Sabtu, 14 April 2012

AKU DAN MIMPIKU

AKU DAN MIMPIKU

Aku dan mimpiku adalah dua sisi mata uang yang menyatu. Aku dan mimpiku adalah seperti udara bagi kehidupan, seperti air bagi ikan, seperti sinar matahari bagi tumbuhan, seperti denyut nadi dan detak jantung. Seperti apapun yang tak bisa dipisahkan. Oleh karena itulah aku tak bisa bernapas tanpa mimpi. Hanya mimipi yang mampu membuatku bertahan di dunia yang semakin hari, semakin edan ini.

Aku bermimpi menjadi makhluk cahaya. Mencerahkan dunia dengan iman, ilmu, amal, kearifan dan semua pesona yang kupunya. Walau ada kalanya aku lelah mengejar semua mimpi-mimpiku. Bahkan terkesan kehabisan napas. Lalu tergoda untuk menjadi biasa-biasa saja. Tanpa perlu banyak tahu, tanpa ambil pusing dengan keadaan yang ada, tanpa peduli dunia semakin gelap dengan hal-hal yang tak penting, tanpa… masa bodoh! Menjalini hidup hanya untuk hari ini dan hanya untuk diriku sendiri. Itu pasti menyenangkan dan bebas dari tekanan. Tapi sayang, aku terlanjur tahu bahwa hidup bukan sekedar bernapas lalu dikubur. Tidak sesederhana itu. Bahwa hidup adalah untuk setelah kehidupan itu sendiri. Bahwa bernapas adalah untuk setelah berhenti bernapas.  Dan hidup bukan hanya untuk diri sendiri, ada umat yang menjadi ruh dari seluruh gerak kita. Dari semua itu, lalu kusadari ujung dari semua mimpiku adalah untuk sebuah komunitas yang biasa disebut jama’ah, untuk seorang laki-laki yang telah mengabiskan umurnya untuk jama’ah ini, Rosulullah saw. Dan untuk pemilik jama’ah ini dan laki-laki suci itu, Allah swt yang kuasa serta kasihn-Nya tak terhingga. Aku sadar dengan semua logika yang kupunya. Sadar dengan sebenar-benar sadar.

Terkadang, aku lelah dengan wajah hari yang menyapaku. Tapi kisah para shalafush sholeh mengingatku bahwa ini belum apa-apa. Masih jauh dari yang seharusnya aku lakukan. Ini belum apa-apa. Belum apa-apa.

Terkadang aku malu dengan semua keadaan diri, tapi bukan berarti aku minder. Lalu menarik diri dari dari lingkunganku. Karena keinginanku untuk menjadi makhluk cahaya tidak terbendung, maka apapun yang terjadi aku akan tetap menapaki jalan ini. Karena ku yakin, hanya jalan ini yang  akan membuatku menjadi makhluk cahaya. Walau mungkin cahayaku, tak seterang yang mereka punya. Dan aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan pernah menjadi bagian yang gelap dari langit peradaban ini.

Aku dan mimpiku adalah dunia dua sisi mata uang yang tek terpisahkan. Aku dan mimpiku adalah udara bagi kehidupan. Ada banyak mimpi tentang diri dan kehidupan yang kupunya. Tentang menatap matahari esok pagi, menemaninya menjalani waktu dan mengantarnya pulang keperaduan. Seperti mengantar mimpi-mimpiku setelah tangisku pecah dihari pertama aku melihat dunia hingga hari terakhir aku bernapas diujung senyumku kala mata tertutup menuju dunia tanpa akhir. Dalam rentang waktu itu aku terus bermimpi menjadi makhluk cahaya. Bermimpi dan terus bermimpi… Aku yakin selama aku berharap, Allah selalu menjawab dan memelukku dalam semua mimpi-mimpiku. Dan aku selalu bahagia… Karena Allah bersamaku dan mimpi-mimpiku.

UNTUK ANAKKU

UNTUK ANAKKU
Oleh: Triska Purnamalia

Anakku…
Genggamlah dunia dengan ilmu
Terangkan peradaban dengan arifmu
Rangkul zaman dengan bijakmu
Dan melangkahlah dengan iman penuh

Anakku..
Peluk ibu, dan tidurlah didekapku
Namun, kala kau terjaga
Berjanjilah pada ibu
Kau akan mengangkat pedangmu pada setiap kegelapan
Dan berjanjilah pada ibu
Kau akan selalu membagikan cahaya

Anakku…
Berkeringat ibu mengisi jiwa, mengasah otak dan melatih fisik
Agar rahimku layak untuk pahlawan sepertimu

Sini, Nak…
Peluk ibu dan tidurlah didekapku
Peluk ibu, Nak…

Jakarta, 6 Februari 2011 pukul 19: 13.

Mencintai Diriku yang Ada Dalam Dirimu

Mencintai Diriku yang Ada Dalam Dirimu

oleh Triska Purnamalia
Aku mencintai diriku yang ada dalam dirimu
menyeruak indah lewat bola matamu
Aku berjanji akan terus mencintaimu
Selama ada diriku dalam dirimu

Dan aku bersumpah tidak akan membencimu
Selama apa yang aku benci dalam dirimu
ada dalam diriku

aku melihat diriku dalam dirimu
utuh dengan gelap dan terangnya

jika aku menginginkan cahayamu
maka aku akan membakar diriku
jika aku ingin mengusir gelapmu
aku akan menyinari diriku

kau adalah aku dalam cermin napasku
tak mungkin aku hancurkan cermin
jika tak suka wajah yang ada di sana
karena itu wajahku sendiri

akan kuubah penampilanku
agar lebih indah wajah dicerminku

aku menganggapmu adalah diriku
kita adalah satu jiwa dalam dua raga

lalu izinkan aku mencintaimu
melebihi aku mencintai diriku

Jakarta, 20 November 2011 jam 17.25 WIB

KUNJUNGAN MALAIKAT DI PAGI BUTA (Puitisasi QS Al-Muzzamil)

KUNJUNGAN MALAIKAT DI PAGI BUTA
(Puitisasi QS Al-Muzzamil)
Oleh: Triska Purnamalia

Malam masih istiqomah dengan pekatnya
Keinginanku untuk tetap terlelap masih belum terpuaskan
Mata ini ingin terus berlayar dalam khayal
Hangat selimut membuai mimpi

Sepagi ini malaikat berkunjung
Mengguncang pundakku dan menarik selimutku
Padahal waktu subuh masih jauh
Menyuruhku qiamul lail dan tilawah

Dia berkata: "Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa)
dan tilawahmu lebih berkesan."[1]

Angin malam yang dingin mengelusku
Membuatku enggan mendengar perkataannya
Kemudian dia kembali bersuara…
"Di siang hari kamu sudah disibukkan oleh urusan dunia yang banyak.
Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati"[2]

Mendengar perkataannya, hatiku menbenarkan.
Memang di siang kesibukan dunia telah mengurungku
Sudah sepantasnya di malam hari aku menyembah-Nya
Meminta kekuatan dari Yang Maha Kuat
Sejenak mengisi energi yang mungkin sudah terkuras habis

Tapi lelah membuat tubuhku tetap terperangkap dalam lipatan selimut
Syetanpun bersorak penuh kemenangan
Malaikat menghelah napas, cahayanya kian redup

Sebelum dia pergi, dia berujar:
"Sungguh, di sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala."[3]
Hatiku tersentak!

"Di sana ada makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih."[4]
Mataku terbuka!

"Ingatlah pada hari ketika bumi
 dan gunung-gunung berguncang keras dan gunung-gunung menjadi tumpukan pasir."[5]
Bulu kudukku berdiri…

"Langitpun menjadi pecah belah pada hari itu dengan kekuatan Allah."[6]
Aku membuang selimutku!

"Masih bisakah kau tidur nyenyak? Sedang janji Allah pasti datang."[7] 

Bayang-bayang khilaf melintasi benakku.
Aku bangkit dan berjalan bergegas
Air wudhu menyejukkan tubuh dan hatiku
Di ujung sana Allah tersenyum dan menyambutku dengan berlari
Malaikat menampakkan giginya yang putih, lalu menghilang!

Sedangkan aku?
Aku masih basah oleh air mata dan tenggelam dalam munajat
Di luar sana, langit masih hitam.
Tapi mungkin hatiku jauh lebih pekat

Astaghfirullah…
Robb…
Aku pendosa!



[1] QS. Al-Muzammil: 6

[2] QS. Al-Muzammil: 7

[3] QS. Al-Muzammil: 12

[4] QS. Al-Muzammil: 13

[5] QS. Al-Muzammil: 14

[6] QS. Al-Muzammil: 18

[7] QS. Al-Muzammil: 18

. (titik)

21 Oktober 2011
 
titik
menjadi pintu

titik
menjadi rindu

titik
menjadi syahdu

titik
menjadi merdu

dan titik
menjadi utuh

saat titik
menjadi temu

lalu
titik menjadi titik

SALAM RINDU UNTUK LANGIT

SALAM RINDU UNTUK LANGIT
Entah apa yang berada dibalik awan yang berlapis-lapis?
Ada tawa yang ku dengar
Ada cahaya yang memancar
Aku  ingin mengintip
Tapi sayang aku tak punya sayap.
Ada kerinduan mengalun dari dalam hatiku
Aku ingin ke negeri itu
Bercanda dengan penduduk di sana,
Aku rindu langit..
Walau aku bahagia berjalan di hamparan rumput.
Aku suka birunya walau hijau daun menyejukkan
Kapan jibril mengajakku berkeliling?
Bertamasyah ke rumah syuhada
Ke taman bidadari
Ke istana para Nabi.
Jibril, jika kau punya waktu.
Tolong sampaikan salamku untuk langit.
Salam kerinduan se dalam samudra
Biar ku obati rinduku pada biru langit dengan biru lautan
??????????
otakku sesak oleh ?????

KERING!!!

KERING!!!

Aku mencari air mata di hatiku yang kering
Kebekuan menusuk sendi-sendi nurani
Aku mati rasa !
Imanku terpenjara!

Kucoba mencangkul dosa yang telah menahun
Hanya keringat dingin yang temani resah
Sedang air mata tak jua kutemukan muara

Ada apa ini?
Aku kehausan…
Akankah dzikirku sedikit menyejukkan?
Atau hanya jadi umpatan semata?

Rabb…
Di mana wajah-Mu?
Aku ingin menatapnya dalam
Ego diri enyahlah kau dari terangku
Karena aku ingin tetap jadi makhluk cahaya

Rabb…
Tarik aku dalam pusaran purnama




Renungan Ramadhon yang gagal….
Capek deh!!!
Sadar oi, hari perhitungan itu pasti!!!

Air Hitam di Desa Pedamaran: sungai dua warna (air payau dan air tawar)


FILM INDONESIA CACAT

FILM INDONESIA CACAT
Oleh: Triska Purnamalia

Mama, Buang Ajah TV-nya
“Ma, jadikan kita nonton hari minggu ini?” Tanya Fikri semangat dengan mata yang membulat.
“Tanya Papa sana,” jawab Mama singkat sambil tersenyum walau tetap sibuk menyiapkan makan malam. Fikri berlari menuju papanya yang sedang asyik nonton berita di TV.
“Papa…papa…papa… jadikan kita nonton hari minggu ini?” Tanya Fikri masih dengan begitu semangat dan berharap papa akan menjawab iya atas pertanyaannya.
“Emang adek mau nonton apa sih? Koq semangat banget?” goda papa pada Fikri.
“Adek nonton film Tron, pa. itu film luar negeri. Canggih deh pa.” jelas Fikri sambil mengacungkan dua jempolnya kemuka papanya.
“Ceritanya gimana?” Tanya papa pura-pura penasaran.
“Jadi gini pa, ada seseorang orang yang sangat pintar, dia bisa buat program-program  dikomputer  gitu. Dia bekerja diperusahaan yang memproduksi permainan anak-anak. Nah, ga tahu kenapa dia masuk dalam program permainan yang dia buat sendiri. Dia terjebak di situ. Keren deh pokoknya pa.  Ayo pa kita nonton! Ya pa ya, nonton ya pa.” Fikri memelas agar ayah mau mengajaknya nonton di bioskop.
“Wah, sepertinya bagus film itu. Lalu gimana kelanjutannya?” Papa tertarik mendengar penjelasan adek.
“Anaknya juga jadi orang yang pinter buat program ya. Jadi anaknya itu yang menyelamatkan papanya yang terjebak di dalam program. Begitu pa! ntar klo Fikri udah besar Fikri juga mau jadi ahli computer ya pa.” Fikri semakin bersemangat!
“Jadikan pa kita nonton?” serang Fikri selanjutnya.
“Hmmm…” Papa terlihat sedang berpikir.
“ Adek kan udah tahu ceritanya, jadi nggak usah nonton.” Papa tersenyum.
“Yaaaaa…….papaaaaaaaaaaa..” Fikri ngambek
“Fikri tahu ceritanya kan dari Dhoni. Dia udah nonton. Nggak seru dong pa, kalau Cuma diceritain. Fikri kan juga mau nonton, mau liat gambarnya gimana. Jadi nonton ya pa.” Fikri mulai merayu papa.
“Papa harus keluar kota minggu ini sayang, jadi nggak bisa. Gimana kalau minggu depan?” Fikri hanya manyun, tidak mencawab apa-apa.
“Nontonnya ditunda ya dulu ya dek.” Kata papa sambil mengelus kepala Fikri, kemudian berlalu menuju meja makan.
“Fikri, ayo makan dulu…” terdengar suara mama dari ruang makan.
“Nggak mauuuuu…” teriak Fikri, masih ngambek.

·         *          *          *          *          *          *          *          *          *          *          *
“Adek nonton apa?” sapa mama saat Fikri nongkrong di depan TV.
“Nggak tahu ma, nggak ada yang seru.” Jawab Fikri sambil terus memindah-mindahkan canel TV. Mama lalu pergi meninggalkan Fikri sendiri di depan TV, mama harus menyelesaikan tugas-tugas kantornya.
            Besaknyo Fikri berkata pada mama “Mamaaaa… TV-nya buang aja.”
“ Lah koq dibuang?” Tanya mama binggung.
“Pokoknya buang aja ma…” jawab Fikri.

·         *          *          *          *          *          *          *          *          *          *          *          *
“Oke, sampai di sini bisa dipahami? Ada yang mau ditanyakan?” Tanya Bu Triska, guru Bahasa Indonesiaku yang cantik dan baik hati.
“Nggak ada Buuu…” Jawab anak-anak.
“Mengerti?”
“Mengerti, Buuu…” jawab anak-anak lagi dengan kompak.
“Sekarang, coba buat puisi karya kalian sendiri.” Lalu  kelas menjadi hening, anak-anak di kelas tampak sibuk berpikir untuk membuat puisi. Fikripun mulai sibuk mencoret-coret menuangkan idenya dalam selembar kertas.

Film Nasional Cacat
Oleh: Hidayatul Fikri

Kemarin aku ketakutan
Gelisa juga tauma yang mendalam

Kepala buntung
Melompat-lompat
Perut kosong
Dan yang melayang tak beraga

Jeruk Purut
Pocong yang melompat
Dan segala sesuatu yang menyeramkan lainnya
Memenuhi hatiku
Ternyata karena kemarin aku nonton  “Pocong ngesot”

Sebuah film nasional
Yang benar-benar tak berbudi
CACAT !!!


NB: Puisi itu benar-benar ditulis oleh anak kelas 6 SD. Seharusnya mampu membuat kita merenung.



GEDUNG AYAH DI SYURGA LANTAI 4


GEDUNG AYAH DI SYURGA LANTAI 4
Oleh: Triska Purnamalia

“Bunda, kapan Ayah pulang?” Tanya Rasyid saat pulang sekolah.
“Ayah ke mana sih, Bunda? Koq enggak pulang-pulang?” Tanya Rasyid lagi.
“Rasyid lupa ya? Ayah kan pergi ke syurga. Lagi ada proyek pembangunan gedung di sana.” Ayah Rasyid adalah seorang arsitek yang suka pergi dalam jangka waktu tertentu untuk mengerjakan proyek pembangunan gedung.
“Kapan Ayah akan pulang, Bunda?” setelah agak lama berpikir, Rasyid kembali bertanya. Dia masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa ayahnya sudah meninggal dunia karena kecelakaan beberapa waktu lalu.
“Setelah proyek pembangunan itu selesai.” Jawab Bunda mantap.
Sebelum tidur, Bunda selalu membacakan dongeng untuk Rasyid. Kali ini bercerita tentang keindahan kerajaan Nabi Sulaiman yang membuat Ratu Balqis terpesona. Rasyidpun terlelap. Dalam mimpinya Rasyid bertemu dengan ayahnya. Mereka bertemu di sebuah sungai kecil yang sangat indah, airnya jernih dan ikan dengan aneka warna meloncat-loncat dengan lincah.  Di antara mereka ada jembatan, di sanalah mereka bertemu. Rasyid berlari menuju ayahnya.
“Ayah…! Rasyid rindu ayah.” Rengek Rasyid. Ayahnya mengusap kepala Rasyid, mencium dan menggendong Rasyid. Itu sebuah tradisi yang biasa dilakukan ketika Rasyid menyambut ayahnya pulang. Kemudian Rasyid dan ayahnya berkeliling tempat itu.
            Lalu mereka berjalan melewati sekebun, terdapat banyak sekali pohon buah-buahan. Ada jeruk, apel, mangga, rambutan dan masih banyak lagi. Ayah mengambilkan satu buah apel merah untuk Rasyid, itu memang buah kesukaannya.
            “Ehm… manis sekali ayah.” Ucap Rasyid penuh kegirangan. Setelah cukup puas menikmati buah-buahan itu, lalu mereka melanjutkan perjalanan.
            Sekarang tibalah mereka di depan sebuah gedung yang megah, besar dan indah. Tinggi dan luas. Di depan gedung itu terdapat sebuah taman dengan berbagai jenis bunga. Bunga-bunga itu membentuk huruf-huruf.
“A-I-S-Y-A-H.” Rasyid mengejanya.
“Bukankah ini nama Bunda, Ayah?” Ayah mengangguk kepala dan tersenyum.
“Berarti ini rumah kita Ayah?” Ayah kembali menggangguk.
“Waw! Keren. Hore…Hore….” Ucap Rasyid penuh kegembiraan sambil meloncat-loncat.
“Sekarang ayo kita masuk.” Ayah mengajak Rasyid masuk.
            Pintunya sangat besar terbuat dari emas yang diukir. Rasyid meloncat lagi dan menggangkat celana panjangnya karena takut basah.
            “Tenang Rasyid, lantai itu sudah dilapisi kaca. Jadi kita tak akan basah.” Jelas ayah. Lantai 1 gedung ini memang dibuat seperti kolom. Di bawahnya terdapat kehidupan bawa laut. Kita dapat mengamati ikan-ikan berenang dan bisa menikmati keindahan alam bawah laut.
            “Benarkah?” Rasyid jongkok dan menyentuhkan tangannya ke lantai.
            “Iya ya Ayah. Ini kaca. Aku ingat cerita Bunda tentang Sulaiman yang dibuatkan Allah untuk menyaingi keindahan kerajaan Ratu Balqis.”
            Rasyid berlari ke sana ke mari mengamati seisi gedung. Lalu dia tiba disebuah kamar. Di atas pintu kamar itu tertulis “Rasyid.”
            “Ini kamarku Ayah?” Ayah menggangguk.
            Betapa kecewanya Rasyid ketika masuk ke dalam kamarnya itu. Karena kamar iru belum selesai, masih berantakan. Jendelanya belum ada kaca, dindingnya masih acak-acakkan, lantainya juga masih jelek.
            “Mengapa belum selesai ayah?” Tanya Rasyid agak kesal.
            “Ayah kehabisan bahan sayang.”
            “Kehabisan bahan?” Rasyid bertanya lagi.
            “Iya, ayah tidak punya batu lagi untuk menyelesaikan kamarmu. Rasyid mau tidak membantu ayah menyelesaikan membangun kamar Rasyid? Bahkan kalau Rasyid mau kamar Rasyid bisa saja menjadi paling indah di antara kamar lainnya dengan batu granit berwarna biru.”
            “Bagaimana cara Rasyid membantu ayah?” Rasyid bingung.
            “ Lakukan saja kebaikan sebanyak mungkin, karena satu kebaikan itu berarti sama dengan satu batu untuk membangun kamar ini.”
            “Kebaikan apa yang harus kulakukan?”
            “Apa saja. Asal Rasyid membawa manfaat dan dilakukan dengan ikhlas. Misalnya hormat pada orang tua dan guru, sayang dengan teman, membantu Bunda mengerjakan atau membawa sesuatu, mengerjakan PR dan belajar dengan rajin, sholat, bersedekah, berbagi makanan dengan orang lain. Bahkan tersenyum dan menyapa tetangga. Rasyid mau kan membantu ayah? Semakin Rasyid rajin mengerkan kebaikan maka semakin cepat pula kamar Rasyid selesai.” Ucap Ayah sambil kembali mengusap kepala Rasyid.
            “Benarkah ayah?”  Ayah mengangguk dan tersenyum.
            “Rasyid, ini adalah syurga. Kau bisa mendapat apa saja yang kau inginkan. Ayah membangun gedung ini di syurga lantai 4. Masih ada syurga lain. Tempat ini hanya diberikan untuk orang-orang yang banyak melakukan kebaikan.
            “Bisa mendapatkan apa saja ayah?” Rasyid mengulangi kata-kata ayahnya. Ayah menggangguk.
            “Aku ingin kuda putih yang asli ayah.”
            “Kau akan mendapatkannya jika kau melakukan banyak kebaikan.”
            “Rasyid….Rasyid…Rasyid… Nanti Rasyid terlambat dating ke sekolah. ” suara bunda agak keras, membangukan Rasyid yang msih tidur pulas.
            “Aku mau mobil-mobilan juga ayah!” Rasyid masih asyik dengan mimpinya.
            “Ayah?” ucap Bunda binggung. Kali ini Bunda mengguncang tubuh Rasyid.
            “Bunda sayang terima kasih untuk semuanya. Sekarang apa yang bisa Rasyid lakukan untuk membantu bunda dan membahagiakan bunda?”Rasyid membuka matanya.
            Bunda tersenyum dan heran dengan apa yang terjadi pada Rasyid. Lalu Rasyid menceritakan mimpinya. Bunda sayang bahagia karena Rasyid berubah menjadi anak yang lebih baik dan suka menolong, dan tidak suka marah-marah lagi.
            “Yes! Satu baru granit biru telah kuberikan lagi pada ayah.” Ucap Rasyid setelah selesai menyapa bu Guru dan menyerahka PRnya.